Covid-19 Rewind 2020

 

Covid-19 2020

Pandemi covid-19 saat ini sudah seperti kehidupan dunia lain yang sering ada di film-film dan juga buku-buku fiksi. Dulu saya pernah berandai-andai bagaimana jika kehidupan macam itu benar-benar terjadi. Bagaimana jika dunia benar-benar kacau dari segala sisi dan bagaimana pula orang-orang akan bertahan hidup demi menyelamatkan diri mereka bak pemeran utama dalam cerita. Dan benar saja, kisah fiksi itu mendadak menjadi nonfiksi di tahun ini. Lucu, aneh sekaligus menyedihkan memang melihat kehidupan di sekitar kita sekarang. Orang-orang mulai bermasker di sana sini. Gerakan rajin cuci tangan yang baik dan benar ternyata baru membumi di tahun 2020. Berbagai jenis salam atau greeting yang tak pernah terlihat sebelumnya mulai diperkenalkan oleh para pejabat dan tokoh penting. Jalan dan tempat-tempat yang biasanya ramai pun kini mendadak sepi.

Perubahan pola hidup di tengah pandemi ini ternyata juga ikut mengubah pola setiap konten orang-orang di berbagai sosial media. Orang-orang mulai memposting story menu makanan sehat ala mereka. Isi Instagram mulai penuh dengan aktifitas olahraga. Penghuni Twitter beramai-ramai memamerkan sekaligus mempromosikan karya mereka selama stay at home lewat intro andalan Twitter do your magic! Para influencer dan Youtuber pun juga turut meramaikan kanal mereka dengan konten bertema pandemi covid-19. Tak sampai di situ, lini masa Facebook yang biasanya terpantau sepi alias tidak “ramai-ramai amat” oleh barang dagangan kini menjadi padat merayap dipenuhi lapak makanan hingga pakaian. Aneka sandang, pangan, hingga papan pun nampaknya semakin eksis di sosial media. Mungkin memang benar, corona membuat banyak orang semakin aktif dan kreatif untuk  mencari cara bertahan hidup. Jualan online, rapat online, sekolah online, kursus online, kuliah online, seminar online bahkan konser pun sudah bergeser menjadi konser online. Mungkin tidak lama lagi nikah online juga akan segera menyusul di era pandemi ini. Mungkin saja.

Demi mencegah lahirnya kekacauan-kekacauan baru di tengah semrawutnya negeri ini, pemerintah pun melahirkan sistem baru yang disebut The New Normal. Ekonomi memang harus tetap berjalan demi menghidupi rakyat dan negara. Pendidikan juga harus tetap diadakan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu halnya rutinitas harian kita yang tetap harus berjalan beriringan demi keberlangsungan hubungan sosial antar manusia. Rasanya memang tidak seru untuk bersilaturahmi lewat “ngumpul dan nongkrong” di grup WA saja. Pada akhirnya, masyarakat pun diarahkan untuk menjadi warga yang mampu beradaptasi dengan kondisi pandemi saat ini. Membatasi jumlah orang, menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, membawa hand sanitizer hingga membawa alat makan pribadi saat keluar rumah sudah menjadi starter pack utama dalam The New Normal. Tapi bukan aturan namanya kalau tidak dilanggar. Maka jangan heran kalau kasus penderita Covid-19 hingga angka kematian akibat Covid-19 terus melambung tinggi. Sayangnya, di tengah tingginya kasus kematian tersebut justru tidak berbanding lurus dengan kekhawatiran banyak orang.

Persoalan angka kematian covid-19 juga menjadi semacam dongeng semata bagi kebanyakan orang. Hoax, konspirasi, dan propaganda selalu menjadi embel-embel ketika membahas tentang pandemi saat ini. Entah itu diskusi di dunia maya atau hanya sekedar pembahasan di area tongkronan bapak-bapak dan anak muda, isu tersebut pasti akan selalu muncul. Tentu tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Pendapat tetaplah pendapat yang perlu diutarakan dan juga didengarkan. Namun, dibandingkan dengan ribut-ribut mengurus kebenaran isu tersebut bukankah lebih baik untuk mencegah semakin tingginya kasus covid-19 ini. Bukankah lebih baik pula memanfaatkan momen yang sangat jarang terjadi ini untuk lebih akrab dengan lingkungan sekitar dan diri kita sendiri. Sebut saja bersih-bersih rumah atau kamar tidur misalnya. Toh siapa yang tahu jika selama ini kita hanya sekedar menyapu tapi tidak benar-benar membersihkan sekaligus merawat tempat tinggal kita sendiri.

Berdiam diri di rumah bukan berarti pula tak produktif. Tak ada salahnya mengasah kembali kemampuan masak yang sudah lama tak terpakai akibat kesibukan dalam bekerja ataupun kuliah. Selain hemat, makanan yang dibuat sendiri juga tentu lebih terjamin kebersihannya. Pandemi ini juga bisa menjadi momen yang tepat untuk menyelesaikan daftar bacaan yang sudah terlalu lama menganggur di rak buku. Daripada membaca berita yang penuh clickbait dan tak jelas asal usulnya alangkah lebih baik  jika menyibukkan diri dengan bacaan yang lebih bermanfaat. Nah, teruntuk para pecinta film atau penggemar drama Korea yang episodenya sampai berlapis-lapis itu, mungkin ini saat yang paling tepat juga untuk segera melunasi cicilan tontonan kalian.  

Pada akhirnya, kita memang harus terpaksa hidup berdampingan dengan suasana pandemi seperti ini hingga pada waktu yang tak bisa ditentukan. Suka atau tidak suka, pola rutinitas memang telah banyak berubah. Ada yang merasa baik-baik saja dan tak sedikit yang tidak sedang baik-baik saja seperti para pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK hingga para petugas kesehatan yang gugur dalam menjalankan tugasnya. Hormatku setinggi-tingginya kepada pejuang stay at home dan kepada para tenaga kesehatan yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaganya untuk kami dan orang-orang bebal di luar sana. Dan teruntuk kalian yang memang menganggap pandemi ini hanyalah hoax atau konspirasi belaka, berhentilah mencekoki orang lain untuk terus percaya dengan pendapat kalian. Berhentilah untuk merasa yang paling benar dan paling ahli. Tak ada salahnya pula untuk  berdiam diri di rumah dan mengikuti protokol The New Normal ketika berada di luar rumah. Toh rajin cuci tangan, memakai masker dan jaga jarak juga tidak akan membuat hidup kalian “rugi-rugi amat”. 

2 comments